Ritual Mandik Pusake, Memandikan Keris yang Lestari di Lombok Barat Tiap 1 Suro
Masyarakat Lombok Barat menggelar malam ritual Mandik Pusake, yakni ritual yang digelar memperingati Tahun Baru Islam 1 Muharram atau 1 Suro.
Acara itu diadakan di Gedeng Gerung Perigi, Gerung, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat pada Sabtu, 6 Agustus 2022.
Ritual Mandik Pusake adalah ritual tahunan yang biasanya diadakan pada awal bulan pertama dalam kalender Hijriyah.
Para pemilik keris berkumpul untuk memandikan pusaka mereka..
“Ritual ini sesungguhnya untuk memelihara nyawa, memelihara jiwa, dalam konteks agama islam itu adalah silaturahmi,” kata Sajim Sastrawan, biasa disapa Miq Sajim, tokoh budaya Lombok Barat, saat ditemui di acara ritual itu.
Menurut Miq Sajim, dulu keris identik dengan senjata untuk bertarung atau berperang.
Karenanya, ritual memandikannya pun digelar secara khusus.
Kini, prosesi Mandik Keris yang tetap diadakan itu ditujukan untuk mendekatkan kekerabatan dan melestarikan budaya adiluhung.
Pada ritual Mandik Pusake ini, para pemilik keris dari seluruh penjuru Lombok datang ke tempat yang sudah ditentukan untuk berkumpul membawa keris masing-masing.
Mereka akan bergiliran menunggu satu per satu keris dimandikan oleh tokoh adat yang sudah terpilih.
Ritual juga diiringi oleh pembacaan lontar atau paos, yakni bacaan yang tertulis pada daun lontar bertuliskan huruf Sansekerta yang mengandung nilai-nilai moral yang tinggi.
Miq Sajim mengatakan, keris biasanya dimandikan dengan air yang telah dicampur tujuh jenis bunga setaman.
Setidaknya harus ada tiga jenis bunga yaitu bunga cempake, sandat dan mawar.
‘’Bunga itu tidak boleh tidak ada dalam prosesi ini, karena mencari tujuh jenis itu sangat sulit,” ujar pria yang juga seorang tokoh politik ini.
Makna lain dari ritual ini juga wujud kecintaan terhadap kebudayaan yang telah diturunkan oleh nenek moyang dan memastikan nilai-nilai sosial budaya masih melekat pada diri masyarakat.
“Keris-keris ini kan barang bagus.
Untuk memeliharanya itu jangan hanya disimpan dalam sarungnya saja, perlu kita buka paling tidak setahun sekali untuk memastikannya masih utuh, dan kalau ada kotor maka perlu dibersihkan,” ucapnya.
Dari ritual ini juga, keris-keris dari seluruh Lombok bisa diinventarisasi dan lebih mudah untuk melacak keberadaannya di waktu mendatang.
“Kita catat satu per satu, namanya dan asalnya.
Jadi tahun depan bisa kita cek lagi mana yang tidak ada, dan lebih mudah kita mengetahui keberadaan keris-keris ini,” katanya.
Awalnya, Miq Sajim mengadakan ritual ini dalam skala kecil.
Namun seiring waktu, antusias pecinta budaya terutama pecinta keris semakin tinggi, dan sampai saat ini dalam sekali ritual bisa terkumpul ratusan keris untuk dimandikan.
Melihat antusias masyarakat atas Ritual Mandik Pusake ini sangat tinggi, dan mendatangkan peserta dari seluruh pulau Lombok, ia berharap prosesi ini bisa didukung pemerintah.
Ritual ini bisa menjadi salah satu kegiatan pariwisata yang bisa disaksikan semua orang.
Kepala Dinas Pariwisata Lombok Barat M.
Fajar Taufik melihat ritual ini sebagai ajang edukasi kepada masyarakat agar mencintai budaya lokal di Lombok.
“Keris sebagai warisan budaya nasional yang telah diakui dunia, didorong menjadi bagian dari ekonomi kreatif sehingga harus dilestarikan,” ujarnya.
SUPRIYANTHO KHAFID